PROFESI KEGURUAN
1.
PENGERTIAN PROFESI KEGURUAN
Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession
atau bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya
pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan.
Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang
mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan
mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk
melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002). Jadi suatu
profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan
persiapan akademik.
Secara umum Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan
tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan
teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari
lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang
dapat dipertanggung jawabkan.
Menurut Webstar (1989), Profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang
ingin ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan
tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang didapat
dari pendidikan akademis yang intensif.
Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi kependidikan atau keguruan dapat
disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat
kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh profesi-profesi tua
(old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi, dan
arsitektur.
Ciri-ciri utama suatu profesi
menurut Sanusi,dkk (1991) adalah sebagai berikut:
- Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikasi
sosial yang menentukan (crusial).
- Jabatan yang menuntut keterampilan atau
keahlian tertentu.
- Keterampilan atau keahlian yang dituntut jabatan
itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode
ilmiah.
- Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh
disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit yang bukan hanya sekedar
pendapat khalayak umum.
- Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat
perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
- Proses pendidikan untuk jabatan itu juga
merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
- Dalam memberikan layanan kepada masyarakat,
anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh
organisasi profesi.
- Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam
memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang
dihadapinya.
- Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota
profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.
- Jabatan ini mempunyai prestise yang tingi dalam
masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
2. SYARAT – SYARAT PROFESI KEGURUAN
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada
yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National Education Association
(NEA) (1984) menyarankan kriteria berikut:
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu
yang khusus
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang
lama
(bandingkan
dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka)
4. Jabatan yang memerlukan “latihan dalam jabatan”
yang bersinambungan
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan
keanggotaan yang permanen
6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas
keuntungan pribadi
Sekarang yang menjadi pertanyaan
lebih lanjut adalah apakah semua kriteria ini dapat di penuhi oleh jabatan
mengajar atau oleh guru? Mari kita lihat satu persatu.
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini,
karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan
intelektual . Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang
dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan
profesional lainnya.Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu
dari segala profesi (Stinnett dan Huggett,1963).
2. Jabatan yang menggeluti batang tubuh ilmu yang
khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang
memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan
tentang jabatannya. Anggota –anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang
membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan,
amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari
keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka
praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang
melatari pendidikan (education)atau keguruan (teaching) (ornstein and Livine,
1984).
Sementara itu, ilmu pengetahuan tingkah laku
(behavioral sciences),ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat
dibimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan
metodologi yang jelas Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Di
samping itu, ilmu yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banya yang
belum teruji avalidasinya dan yang disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse,
1982, dan woodring, 1983).
Sebagai hasilnya, banyak orang khususnya orang awam,
seperti juga dengan para ahlinya, selalu berdebat dan berselisih, malahan
kadang-kadang menimbulkan pembicaraan yang negatif. Hasil lain dari bidang ilmu
yang belum terdefinisi dengan baik ini adalah isi dari kurikulum pendidikan
guru berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, walaupun telah mulai
disamakan dengan menentukan topik-topik inti yang wajib ada dalam kurikulum.
Banyak guru di sekolah diperkirakan mengajar di luar
dan bidang ilmu yang cocok dengan ijazahnya; misalnya banyak guru matematika
yang tidak mendapatkan mayor dalam matematika sewaktu dia belajar pada lembaga
pendidikan guru, ataupun mereka tidak disiapkan untuk mengajar matematika.
Masalah ini sangat menonjol dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam,
walaupun sudah agak berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup sekarang
ini.
Apakah guru bidang ilmu pengetahuan tertentu juga
ditentukan oleh baku pendidikan dan pelatihannya? Sampai saat pendidikan guru
banyak yang ditentukan dari atas, ada juga waktu pendidikannya cukup dua tahun
saja, ada yang perlu tiga tahun atau harus empat tahun.
Untuk melangkah kepada jabatan profesional, guru harus
mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya
sendiri. Organisasi guru harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan yang
potensial untuk bekerja sama, dan bukan didikte dengan kelompok yang
berkepentingan, misalnya oleh lembaga pendidikan guru atau kantor wilayah
pendidikan guru atau kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan beserta
jajarannya.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan latihan yang lama
Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal
ini. Yang membedakan jabatan profesional dengan non-profesional antara lain
adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur
universitas/institut atau melalui pengalaman praktek dan perpemagangan atau
campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui
perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua,
yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran
pemagangan dan kuliah diperuntukan bagi jabatan non-profesional (omstein dan
levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di departemen
pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup
lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan
keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari pendikan umum,
profesional, dan khusus, sekurang-kurangnya empat tahun lagi bagi guru pemula
(S1 di LPTK), atau pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang
selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 di perguruan tinggi non LPTK.
Namun, sampai sekarang di indonesia , ternyata masih banyak guru yang lama
pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu,
sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi
parsyaratan yang kita harapkan.
4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang
sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukan bukti yang kuat
sebagai jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai
kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun
tanpa kredit.
Malahan pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan
profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan
kualifikasi yang telah ditetapkan. ( Ingat penyetaraan D-II untuk guru-guru SD,
dan penyetaraan D-III untuk guru-guru SLTP, baik melalui tatap muka di LPTK
tertentu maupun lewat pendidikan jarak jauh yang di koordinasikan Universitas
Terbuka).
Di lihat dari kacamata ini, jelas kriteria ke empat
ini dapat di penuhi bagi jabatan guru di negara kita.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan
keanggotaan yang permanen
Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai
karier permanen merupakan titik paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar
adalah jabatan profesional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu
atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke
bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Untunglah
Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain,
walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai
pendapatan yang tinggi. Alasannya mungkin karena lapangan kerja dan sistem
pindah jabatan yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi
oleh jabatan guru di Indonesia.
6. Jabatan yang menentukan bakunya sendiri
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak,
maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi
sendiri, terutama di negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak diatur
oleh pihak pemenrintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut
seperti yayasan pendidikan swasta.
Sementara kebanyakan jabatan mempunyai patokan atau
persyaratan yang seragam untuk meyakinkan kemampuan minimum yang diharuskan,
tidak demikian halnya dengan jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun
terakhir penerimaan calon mahasiswa LPTK didapat kesan yang sangat kuat bahwa
skor nilai calon mahasiswa yang masuk ke lembaga pendidikan guru jauh lebih
rendah dibandingkan dengan skor calon yang masuk ke bidang lainnya.
Permasalahan ini mempunyai akibat juga dalam hasil pendidikan guru nantinya,
karena bagaimanapun juga mutu lulusan akan sangat dipengaruhi oleh mutu masukan
atau bahan bakunya, dalam hal ini mutu calon mahasiswa lembaga pendidikan guru.
Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok
dianggap sanggup untuk membuat keputusan profesional berhubungan dengan iklim
kerjanya. Para profesional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah
kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang
efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang
berhubungan dengan langganan (klien)nya. sebetulnya pengawasan luar adalah
musuh alam dari profesi, karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu
terhadap pengaruh luar (Ornstein dan levine, 1984).
Dokter dan pengacara misalnya, menyediakan layanan
untuk masyarakat, sementara kliennya membayar untuk itu, namun tak seorangpun
mengaharap bahwa orang banyak atau klien akan menulis resep ataupun yang
menulis kontrak. Bila klien ikut mempengaruhi keputusan dari praktek dokter
atau pengacara, maka hubungan profesional-klien berakhir. Ini pada hakekatnya
berarti mempertahankan klien dari mangsa ketidaktahuannya, disamping juga
menjaga profesi dari penilaian yang tidak rasional dari klien atau khalayak
ramai.
Profesional yang membolehkan langganannya untuk
mengatakan apa yang dia kerjakan akan gagal dalam memberikan layanan yang
optimal.
Bagaimana dengan guru? Guru, sebagaimana sudah
diutarakan juga diatas, sebaiknya membolehkan orangtua, kepala sekolah, pejabat
kantor wilayah, atau anggota masyarakat lainnya mengatakan apa yang harus
dilakukan mereka. Otonomi profesional tidak berarti bahwa tidak ada sama sekali
kontrol terhadap profesional. Sebaliknya ini berarti bahwa kontrol yang
memerlukan kompetensi teknis hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang
mempunyai kemampuan profesional dalam hal itu.
Kelihatannya untuk masa sekarang sesuai dengan kondisi
yang ada di negara kita, kriteria ini belum dapat secara keseluruhan dipenuhi
oleh jabatan guru.
7. Jabatan yang mementingkan layanan diatas keuntungan
pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai
sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat
berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa
depan.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai
suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang
lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru
memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni
mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun,
ini tidak berarti bahwa guru harus dibayar lebih rendah tetapi juga jangan
mengharapkan akan cepat kaya bila memilih jabatan guru. Oleh karena itu, tidak
perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang
kuat dan terjalin rapat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi
profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi
anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi kriteria ini dan
dalam hal lain belum dapat dicapai. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru
taman kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan atas, dan ada pula Ikatan
Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi seluruh sarjan pendidikan. Di
samping itu, juga telah ada kelompok guru mata pelajaran sejenis, baik pada
tingkat daerah maupun nasional, namun belum terkait secara baik dengan PGRI.
Harus dicarikan usaha yang sungguh-sungguh agar kelompok-kelompok guru mata
pelajaran sejenis itu tidak dihilangkan, tetapi dirangkul ke dalam pangkuan PGRI
sehingga merupakan jalinan yang amat rapi suatu profesi yang baik.
Berdasarkan analisis ini tampaknya jabatan guru belum
sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan
banyak orang sependapat bahwa guru hanya jabatan semiprofesional atau profesi
yang baru muncul (emerging profession) karena belum semua ciri-ciri diatas
dapat dipenuhi .
3.
KODE ETIK PROFESI KEGURUAN
Pengertian Kode Etik Guru
Interpretasi tentang kode etik belum memiliki pengertian yang sama. Berikut
ini ada beberapa pengertian mengenai kode etik:
1.) Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok-pokok
Kepegawaian. Pasal 28 menyatakan bahwa "Pegawai Negeri Sipil mempunyai
kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku perbuatan di dalam dan di luar kedinasan".
Dalam Penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan dengan adanya Kode Etik ini,
Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat
mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya
dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dalam Kode Etik Pegawai
Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat di simpulkan,
bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam
melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari- hari.
2.) Kongres PGRI ke XIII, Basuni
sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan
landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan
panggilan pengabdiaan bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua
unsur pokok yakni: (1) sebagai landasan moral, dan (2) sebagai pedoman tingkah laku.
Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode
etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan
organisasi.profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah
sebagai berikut.
1.
Menjunjung tinggi martabat
profesi.
Kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan pihak luar
atau masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah terhadap profesi yang
bersangkutan. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang
berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggotanya yang dapat mencemarkan
nama baik profesi.
2.
Untuk menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggotanya.
Kesejahteraan mencakup lahir (atau material) maupun
batin (spiritual, emosional, dan mental). Kode etik umumnya memuat
larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan
kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum
bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa
saja yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan
rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin, kode etik umumnya memberi
petunjuk- petunjuk kepada anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
3.
Pedoman berperilaku.
Kode etik mengandung peraturan yang membatasi tingkah
laku yang tidak pantas dan tidak jujur bagi para anggota profesi dalam
berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
4.
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Kode etik berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian
profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas
dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu,
kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota
profesi dalam menjalankan tugasnya.
5.
Untuk meningkatkan mutu profesi.
Kode etik memuat norma norma dan anjuran agar para
anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para
anggotanya.
6.
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
Kode etik mewajibkan setiap anggotanya untuk aktif berpartisipasi dalam membina organisasi
profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
Dari uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung
tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota,
meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu
organisasi profesi.
Penetapan
Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan
oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya,
lazimnya dilakukan dalam suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian,
penetapan kode etik tidak boleh dilakukan secara perorangan, tetapi harus
dilakukan oleh organisasi, sehingga orang-orang yang tidak menjadi anggota
profesi tidak dapat dikenankan Kode etik hanya akan mempunyai pengaruh yang
kuat dalam menegakkan disiplin di tangan profesi tersebut, jika semua orang
yang menjalankan profesi tersebut bergabung dalam profesi yang bersangkutan.
Jika setiap orang yang menjalankan
suatu profesi secara otomatis bergabung dalam suatu organisasi, maka ada
jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena
setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran serius terhadap kode etik
dapat dikenakan sanksi.
Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Seringkali negara mencampuri urusan
profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik suatu profesi
tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang.
Sebagai contoh dalam hal ini jika
seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama
anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu serius, maka dituntut di
muka pengadilan. Pada umumnya karena kode merupakan landasan moral, pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan; sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah
sanksi moral. Barang siapa melanggar kode etik, akan mendapat cela dari
rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah pelanggar
dikeluarkan dari organisasi profesi.
4.
ORGANISASI PROFESIONAL KEGURUAN
Organisasi
profesi adalah suatu wadah perkumpulan orang – orang yang memiliki suatu
keahlian khusus yang merupakan ciri khas dari bidang keahlian tertentu.
Dikatakan ciri khas oleh karena bidang tersebut diperoleh bukan secara
kebetulan oleh sembarang orang, tetapi diperoleh melalui suatu jalur
khusus..Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa organisasi profesi guru
adalah sebuah wadah perkumpulan orang–orang yang memiliki suatu keahlian dan
keterampilan mendidik yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan
yang relatif lama,serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Secara umum tujuan
organisasi profesi guru adalah sebagai berikut :
1.
Meningkatkan atau mengembangkan
karier anggota, merupakan upaya dalam mengembangkan karier anggota sesuai
dengan bidang pekerjaan yang diembannya. Karier yang dimaksud adalah perwujudan
diri seorang pengemban profesi secara bermakna, baik bagi dirinya maupun bagi
orang lain (lingkungannya) melalui serangkaian aktivitas. Organisasi profesi
berperan sebagai fasilitator dan motifator terjadinya peningkatan karier setiap
anggota. Adalah kewajiban organisasi profesi guru untuk mampu memfasilitasi dan
memotifasi anggotanya mencapai karier yang diharapkan sesuai dengan tugas yang
diembannya.
2.
Meningkatkan atau mengembangkan
kemampuan anggota, merupakan upaya terwujudnya kompetensi guru yang handal.
Dengan kekuatan dan kewibawaan organisasi, para pengemban profesi akan memiliki
kekuatan moral untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya.
3.
Meningkatkan atau mengembangkan
kewenangan profesional anggota, merupakan upaya para profesional untuk
menempatkan anggota suatu profesi sesuai dengan kemampuannya. Organisasi
profesi keendidikan bertujuan untuk megembangkan dan meningkatkan kemampuan
kepada anggotanya melalui pendidikan atau latihan terprogram.
4.
Meningkatkan atau mengembangkan
martabat anggota, merupakan upaya organisasi profesi guru agar anggotanya
terhindar dari perlakuan tidak manusiawi dari pihak lain dan tidak melakukan
praktik melecehkan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan memasuki organisasi profesi
keendidikan anggota sekaligus terlindungi dari perlakuan masyarakat yang tidak
mengindahkan martabat kemanusiaan dan berupaya memberikan pelayanan kepada masyarakat
sesuai dengan standar etis yang disepakati.
5.
Meningkatkan atau mengembangkan
kesejahteraan, merupakan upaya organisasi profesi keendidikan untuk
meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya. Dalam teori Maslow,
kesejahteraan ini mungkin menempati urutan pertama berupa kebutuhan fisiologis
yang harus dipenuhi. Banyak kiprah organisasi profesi keendidikan dalam
meningkatkan kesejahteraan anggota.
5. JENIS-JENIS
ORGANISASI PROFESI GURU
Secara
kuantitas, tidak berlebihan jika banyak kalangan pendidik menyatakan bahwa
organisasi profesi guru di indonesia berkembang pesat bagaikan tumbuhan di
musim penghujan. Sampai sampai ada sebagian pengemban profesi pendidikan yang
tidak tahu menahu tentang organisasi guru itu. Yang lebih dikenal kalangan umum
adalah PGRI.
Disamping
PGRI yang salah satu organisasi yang diakui oleh pemerintah juga terdapat
organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang
didirikan atas anjuran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya,
organisasi ini tidak ada kaitan yang formal dengan PGRI. Selain itu ada juga
organisasi profesional guru yang lain yaitu Ikatan Serjana Pendidikan Indonesia
(ISPI), yang sekarang sudah mempunyai banyak devisi yaitu Ikatan Petugas
Bimbingan Belajar (IPBI), dan lain-lain, hubungannya secara formal dengan PGRI
juga belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerjasama yang saling
menunjang dalam meningkatkan mutu anggotanya.
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara umum
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan atau
menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi
yang tinggi. Sedangkan profesi kependidikan atau keguruan dapat disebut sebagai
profesi yang sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat kematangannya
belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh profesi-profesi tua (old
profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi, dan arsitektur
Berdasarkan analisis dari National
Education Association (NEA) (1984) ini jabatan guru belum sepenuhnya dapat
dikategorikan sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan banyak orang
sependapat bahwa guru hanya jabatan semiprofesional atau profesi yang baru
muncul (emerging profession) karena belum semua ciri-ciri kriterianya dapat
dipenuhi.
Kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan
perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari- hari. dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur
pokok yakni: (1) sebagai landasan moral, dan (2) sebagai pedoman tingkah laku. Tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi
martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota,
meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu
organisasi profesi. Penetapan kode etik tidak boleh dilakukan secara
perorangan, tetapi harus dilakukan oleh organisasi,
Organisasi profesi adalah suatu
wadah perkumpulan orang – orang yang memiliki suatu keahlian khusus yang
merupakan ciri khas dari bidang keahlian tertentu. Disamping PGRI yang salah satu organisasi yang diakui oleh
pemerintah juga terdapat organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) ,Ikatan Serjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Ikatan Petugas
Bimbingan Belajar (IPBI).
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Soetjipto dan Kosasi, Raflis, M.Sc.2009. Profesi Keguruan.Jakarta:Rineka Cipta
DRS.Sukarno,M.Si.2011. Diktat Profesi Keguruan.Palembang:UNIV.PGRI
Randi,
Iier. 2012. Makalah Kode Etik Guru, (Online), (http://iierrrr.blogspot.com/2012/04/makalah-kode-etik-guru.html), diakses
23 September 2014
Lima
,Jonatan. 2014. Organisasi Profesi Guru,(Online),
(http://jonatanlima99.wordpress.com/2014/05/04/organisasi-profesi-guru/),
diakses 23 September 2014
Nomath,
Surat. 2011. Syarat-syarat Profesi
Keguruan, (Online) ,(http://suratnomath.blogspot.com/2011/04/syarat-syarat-profesi-keguruan-dan.html),
diakses 23 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar